Dahulu, sekitar 350 tahun lamanya bangsa Indonesia adalah bangsa yang dijajah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang diperintah dan diperhamba oleh Kerajaan Belanda. Sejarah mencatat sekelumit masa pahit ini. Nenek moyang bangsa Indonesia adalah rakyat yang tidak berdaya. Mereka hidup dalam penderitaan, ibarat diatas bara api yang menyala. Para penjajah berkuasa dan memerintah semena-mena dan tak sedikitpun merasa bersalah atas perbuatan mereka. Bangsa Belanda ketika itu bak raja yang bertingkah semaunya terhadap bangsa Indonesia. Setiap penjajah diatas muka bumi selalu kejam. Mereka menindas, merampas dan menguasi segala sumber daya baik itu alam maupun manusia yang ada pada tanah jajahan mereka.
Nenek moyang bangsa Indonesia adalah rakyat sederhana yang memiliki sifat ramah dan terbuka. Tak pernah terlintas dalam benak mereka akan perasaan curiga bahkan membenci. Bukankah orang-orang asing itu datang sebagai tamu? Menjadi sifat dan tabiat bangsa timur khususnya Indonesia untuk selalu menghargai serta menghormati setiap tamu-tamunya. Siapapun itu !
Tak pernah terpikir oleh mereka bahwa pendatang-pendatang dari belahan dunia barat itu datang dengan tujuan untuk membunuh rakyat, merampas harta dan berkuasa. Sejarah mencatat lembar-lembar hitam ini. Bangsa Portugis, Inggris, dan akhirnya Jepang. Terakhir Belanda kembali. 350 tahun lamanya mereka berkuasa di negara kita. Memerintah dengan tangan besinya. Bangsa Indonesia menjadi budak budak yang terus menerus menderita dari tahun ke tahun, beberapa abad lamanya pembunuhan-pembunuhan terjadi dimana-mana. Pendertiaan terus berjalan ditengah kehidupan rakyat yang diperas kekayaannya.
Habis sudah semuanya. Hanya perasaan dendam dan sakit hati saja yang tersisa. Tapi Tuhan lebih indah dalam merencanakan segalanya, seperti apapun penderitaan dan cobaan yang diberikan kepada makhluknya toh suatu hari nanti kebahagian dan kemerdekaan yang sejati akn dilimpahkannya juga. Habis sudah masa penjajahan Belanda selama 350 tahun itu. Habis sudah kekuasaan orang-orang kulit putih itu. Rakyat Indonesia berbahagia, jantung-jantung yang selama itu menyimpan rasa dendam, amarah dan sakit hati, tiba-tiba meledak dalam tangis kegembiraan yang tiada kira. Bebas dari cengkraman kekuasaan penjajah. Namun, pada akhirnya kebahagian yang baru sebentar saja dirasakan oleh rakyat Indonesia harus menguap kembali setelah Jepang datang dengan tujuan menjajah kembali bangsa kita selama 3,5 tahun lamanya. Harapan dan semua angan yang sempat bangsa kita letupkan harus begitu saja dilupakan dan seakan dirampas oleh kedatangan sang Fasisme Nipon tersebut. Perang sangatlah kejam, perang hanya menciptakan kesengsaraan dan kelaparan yang tida kira. Janganlah perang itu datang dan kembali terjadi ditanah pertiwi ini lagi. Jangan tuhan….
Ribuan bangsa kita mati karena kelaparan, menderita sakit beri-beri, frambusia atau patek, demam malaria, dan disentri yang ganas. Tentara Jepang merampasi beras, jagung, dan segala jenisnya. Kekayaan yang masih tersisa dari masa penjajahan Belanda itu dirampasnya habis. Lalu apa yang tersisa kemudian ?
Justru dalam penderitaan dan ketakutan batin seperti inilah datang uluran emas dari Allah, tuhan yang maha mengasihi dan menyayangi, rakyat Indonesia bersatu padu, dan hingga pada akhirnya rasa tersebut membangkitkan keberanian dalam setiap dada para pemuda bangsa ini. Lantas terjadilah pemberontakan-pemberontakan yang diawali di Jawa Barat tepatnya disebuah kota kecil Singaparna lalu menyusul dikota kecil Blitar Jawa Timur.
Bagaimana rakyat tidak terbakar emosi untuk melawan Jepang?
Ribuan rakyat tidak bersalah telah dijadikan romusha. Banyak, ribuan orang Indonesia mati sebagai romusha ini. penderitaan karena dipaksa bekerja keras membangun benteng-benteng pertahanan, membuat jalan-jalan tembus gunung, menggali tanah berbatu-batu tanpa makan dan istirahat yang cukup.
Pada akhirnya, begitu perang dunia kedua usai dan Jepang berada dipihak yang kalah, berkumandanglah pekik ‘merdeka’ diseluruh penjuru tanah air. Suara itu berkumandang di langit, dilautan, dibumi persada tanah air Indonesia tercinta.
Sang merah putih berkibar kembali setelah kerajaan Majapahit musnah berabad selang. Merah putih bendera bangsa, alangkah indahnya dwiwarna itu, bergoyang diterpa hembusan angin kebahagian segenap bangsa Indonesia !
Namun, dibalik semua kemerdekaan itu ada sekolompok tubuh yang terkujur kaku dan lemah, bahkan tak bernyawa lagi sebagai taruhannya. Mereka, sosok pemberani dan mulia. Mereka sosok yang penuh dengan gejolak api nasionalisme. Mereka sosok tangguh yang rela berkorban demi tanah air tercinta. Mereka sosok yang gugur menjadi bunga bangsa. Dan mereka, sosok yang menggantungkan harapan dan cita-cita mereka kepada penerus bangsa ini, generasi muda Indonesia. Dan sejarah mencatat bahwa dari sekian banyak sosok itu, ada seorang pemuda asal Sukabumi- Jawa Barat, yang bernama Rd. Ojong Bantamer yang mengorbankan jiwa dan raganya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada saat perang melawan pasukan konvoi gurkha ( Belanda, India dan Inggris), yang berawal di daerah Maseng, Bogor hingga perbatasan sukabumi yaitu Gekbrong. Orang kebanyakan mungkin kurang mengenal siapa itu Rd. Ojong Bantemer , apa perannya dalam mempertahankan NKRI, serta mana saja medan tempur yang pernah beliau ikuti selama masa itu. Orang lebih banyak dan hapal akan tokoh-tokoh pemeran film layar lebar ataupun tokoh sinetron idola mereka, dibandingkan mengenal pahlawannya sendiri. Itulah salah satu sebab mengapa kebanyakan dari generasi bangsa kita tidak memilki rasa nasionalisme yang tinggi dan rasa tanggung jawab yang cukup terhadap bangsanya. Mereka lebih senang menghabiskan waktu mereka untuk berlama-lama didepan layar televise atau computer daripada harus membaca buku sejarah kepahlawanan.
Pada kenyataannya, banyak sekali warga negara kita yang tidak bisa menjawab saat ditanya siapa tokoh proklamator negeri ini .
Adapun mengenai tokoh yang akan diulas pada saat ini adalah, tokoh pahlawan dari Sukabumi seperti yang telah disebutkan diatas yaitu Rd. Ojong Bantamer.
Dimana, Rd. Ojong Bantamer ini lahir pada tahun 1926 dari pasangan RA. Adikusuma dan Rd. Enok Shinta. Rd. Ojong Bantamer memiliki kembaran yang bernama RA.Basarah dan 6 bersaudara lainnya. Disebutkan pula oleh salah satu narasumber yang kami temui, bahwasanya Rd. Ojong Bantamer pernah terlibat menjadi seorang TKR ( Tentara Keamanan Rakyat ) dan mengikuti beberapa medan tempur setelah ada seruan dari Bung Karno pada tanggal 23 Agustus untuk memblokade konvoi Gurkha tersebut. Apabila kita kaitkan dengan peristiwa yang dikenal dengan peristiwa Bojongkokosan tentu saja memilki kaitan yang cukup erat. Karena Rd. Ojong Bantamer atau yang biasa dipanggil Pak Ojong sendiri bertempur dan berjuang pada tahun yang sama dengan peristiwa tersebut yakni tanggal 9-12 Maret 1946. Dimana pertempuran heebat antara laskar rakyat sukabumi dengan tentara gurkha sepanjang Maseng hinnga perbatasan sukabumi-Cianjur. Dan perlu dicatat bahwa Bojongkokosan hanya sebagai daerah perlintasan saja. Namun sayang perjuang beliau harus berakhir pada saat mempertahankan gudang senjata dan gudang bahan makanan di Talang Degung , beliau gugur sebagai bunga bangsa seperti yang terukir pada nisan kuburnya di taman pekuburan pahlawan Rd. Bantamer, desa Nagrak selatan.
Waktu penelitian : 21 November 2011
Tempat penelitian : Taman pekuburan pahlawan, Nagrak Selatan
Topik penelitian : Mengenal lebih dekat pahlawan asal Sukabumi
Fokus penelitian : Rd. Ojong Bantamer
Narasumber : Eri Karyana, Titik Atikah
Kelompok sejarah :
Ayu sumirat
Ami widiawati
Lilis supriyati
Amelia dwi utami
MADRASAH ALIYAH NEGERI CIBADAK